Mahasiswa Magister Media dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Kembangkan Community Based Tourism di Kotagede Heritage Trail
Mahasiswa Magister Media dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga, didampingi oleh Dr. Diah Ajeng Purwani, S.Sos., M.Si., mengunjungi Pendhapa Kajengan, Kotagede, pada 14 Oktober 2025. Kunjungan ini merupakan bagian dari kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) dengan fokus pada "Community Based Tourism". Pengabdian ini dirancang secara strategis untuk mengorbitkan daya tarik Kotagede Heritage Trail ke kancah yang lebih luas, baik di tingkat lokal maupun mancanegara, melalui pengembangan dan optimalisasi media sosial.
Pengabdian masyarakat ini bukan sekadar agenda rutin, melainkan implementasi nyata dari ilmu yang didapat di ruang kelas, khususnya mata kuliah Komunikasi Pemasaran yang diampu oleh Dr. Diah Ajeng Purwani.
Setibanya di lokasi, kami disambut hangat oleh para penggerak utama Kotagede Heritage Trail: Bapak Totok, Ibu Sinta, serta Ibu Fitri. Dari diskusi tersebut terungkap akar kekuatan wisata ini. Berdiri sejak 27 tahun lalu, Kotagede Heritage Trail menawarkan lebih dari sekadar wisata, ia menyuguhkan pengalaman mendalam berbasis sejarah dan kebudayaan khas Yogyakarta.
Pengunjung diajak menyelami jantung Kotagede melalui tur sejarah dan lokakarya budaya yang otentik, mulai dari Gamelan Class, Batik Class, Tari Class, Cooking Class, hingga Silver Class.
Namun, ada satu filosofi yang membuat destinasi ini unik. Di tengah hiruk pikuk tren viral, Kotagede Heritage Trail justru memilih jalur eksklusif. Mereka tidak mengejar popularitas musiman. Keputusan ini diambil demi menjaga keseimbangan, kenyamanan warga lokal, dan memastikan nilai-nilai budaya tetap lestari dan otentik.
Sebagaimana ditekankan oleh Ibu Sinta, prinsip mereka adalah menjaga keberlanjutan. "Di sini kami tetap menganut nilai-nilai yang kami junjung, seperti kami membatasi pengunjung yang datang per harinya. Pernah kami ditawari 800 pengunjung dalam sehari, namun kami tolak, karena menurut kami dapat mengganggu kenyamanan warga sekitar. Menurut kami, 'sakmadyane rasah sing-sing' atau secukupnya saja, tidak perlu berlebihan itulah yang membuat kami tetap eksis hingga kini," jelasnya.